In The Spotlight
TIBYAN -- Makin dekatnya masa akhir pendaftaran calon walikota dan wakil walikota Bekasi, suhu politik local kota Bekasi makin terus menggeliat. Beberapa calon makin intens melakukan loby loby politik, khususnya dalam merancang pendekatan koalisi dan calon wakil yang akan menjadi satu paket pasangan.
Setidaknya sudah ada tiga kandidat besar yang muncul ke permukaan. Pertama, petahana Rahmat Efendy, calon dari Golkar. Kedua Muchtar Muhammad dari PDIP dan ketiga Netty Heryawan dari PKS. Ini pun kemungkinan masih bisa berubah. Kemampuan partai dan para calon dalam menentukan calon wakilnya sangat berpengaruh terhadap elektabilitas mereka.
Untuk menyoroti perkembangan itu, Amin Idris dari Tibyan.id mewawancarai Heri Suko Martono, Sekretaris DPD Partai Golkar Kota Bekasi. Putra almarhum Suko Martono, mantan Bupati Bekasi yang juga pendiri Islamic Centre Kota Bekasi, ini menilai peningkatan suhu politik adalah sebuah hal yang wajar yang terjadi di masyarakat dalam setiap menjelang pemilihan umum.
“Orang Indonesia, khususnya orang kota Bekasi sudah cukup dewasa menghadapi setiap peristiwa politik. Biasa lah itu, kenaikan suhu dalam batas - batas wajar,” kata Hery Suko dalam perbincangan di kantornya, Islamic centre.
Tibyan : Sebagai sekretaris partai Golkar di Kota Bekasi, bagaimana anda melihat situasi sosial politik masyarakat Bekasi menjelang pemilukada kota Bekasi?
Heri Suko Martono : Biasa lah ini mah. Ini bukan sesuatu yang baru dalam demokrasi. Di Bekasi, atau dalam skala nasional, atau bahkan di luar negeri pun setiap menjelang pemilihan umum selalu saja suhu politik masyarakat akan naik. Itu biasa. Kita kan sedang berdemokrasi, dimana setiap orang punya hak dan kewajibannya untuk menyalurkan aspirasinya.
Tibyan : Dalam kontestasi calon walikota, bagaimana posisi petahana Rahmat Effendi yang pecah kongsi dengan PKS dan tidak jadi berpasangan dengan Sutriono?
Heri Suko Martono : Bang Pepen sebagai kader yang dicaonkan partai Golkar sejauh ini telah mendapat banyak kepercayaan. Saya sebagai pengurus Golkar tentunya berterimakasih dengan kemajuan ini semua. Dari berbagai survey, elektabilitas calon Golkar ini terus cenderung makin naik. Alhamdulillah. Sedangkan mengenai pecah kongsi dengan Sutriono, ini juga didasarkan pada realitas politik yang berkembang. Kan pasangan ini terus di evaluasi, seberapa tinggi daya terima masyarakat. Hasil evaluasi kami ya seperti ini.
Tibyan : Lalu dengan siapa pasangannya?
Heri Suko Martono : Ini sedang dimatangkan terus. Tidak hanya di tingkat Bekasi, juga dibahas dalam level Jawa Barat dan DPP (Pusat). Bagaimana kalau berpasangannya dengan kalangan birokrat, bagaimana kalau dengan akademisi, atau bagaimana kalau dengan internal, bagaimana pula kalau dengan tokoh umat. Sebagai partai besar, golkar tidak kering kader.
Tibyan : Kesimpulannya dengan siapa Mas? Kapan diumumkan?
Heri Suko Martono : Sabaaar. Ini masih berproses terus. Secepatnya akan diumumkan.
Tibyan : Bagi Golkar, apa sesungguhnya yang akan menjadi perhatian lima tahun ke depan dalam pembangunan di Kota Bekasi jika kadernya yang terpilih kembali?
Heri Suko Martono : Banyak hal. Diantaranya, bagaimana kita memberikan perhatian pada proses pembangunan sosial kemasyarakatan agar lebih kondusif lagi. Rasa persatuan dan kebersamaan, toleransi, saling menghormati sesama, harmonisasi antara kaum minoritas dan mayoritas. Kualitas sosial kemasyarakatan inilah akan menjadi bagian penting dalam pembangunan ke depan. Karena tahun - tahun berikut setelah 2018 adalah tahun dimana potensi gesekan sosial begitu banyak.
Tibyan : Banyak umat Islam yang kecewa dengan Rahmat Efendy terkait berbagai statemennya seputar kasus Santa Clara?
Heri Suko Martono: Saya melihat ini menyangkut komunikasi. Di luar substansinya, saya mengakui komunikasi tentang pembangunan Gereja ini tidak ditangani dengan sebaik baiknya. Sehingga beberapa pihak merasa benar sendiri. Masyarakat tidak mendapat jawaban yang memuaskan. Pihak birokrat juga ke-PR-annya tidak dihandle dengan baik. Sehingga, menurut saya pribadi ya, pak walikota saat itu harus berfikir sendiri dan menjawab sendiri.
Tibyan : Apa yang akan dibenahi dari sisi komunikasi ini ?
Heri Suko Martono : Bisa saja misalnya, nanti untuk setiap persoalan penting dan punya bobot politis yang besar, walikota mendapat asistensi yang lengkap. Baik dari sisi subtansi masalahnya maupun sisi - sisi lainnya, seperti pertimbangan - pertimbangan komunikasinya. Sehingga, jangankan dalam bentuk jawaban, ekspresi dan mimik wajah pun harus diberi masukan.
Tibyan : Kembali ke soal pencalonan, kalau dari internal partai yang diminta untuk mendampingi Rachmat Efendi, berarti sekretais DPC adalah orang yang paling memungkinkan?
Heri Suko Martono : Hahahaha … saya ini kader partai. Saat ini saya sedang fokus pada tugas saya sebagai sekretaris. Cukup, Itu sudah menyita banyak energi saya. Saya gak mau energi saya terkuras untuk bicara mengandai andai. Apalagi sebagai pengurus di Islamic Centre Bekasi, saya juga setiap hari harus mengurusi banyak persoalan. Okay, clear.
Heri Suko Martono alias Heri Budhi Susetyo adalah tokoh muda Bekasi, putra H Suko Martono, yang semasa menjabat sebagai Bupati Bekasi mendirikan Islamic Centre bersama KH Noer Alie. Islamic centre itu pun menggunakan nama KH Noer Alie. Kini Heri menjadi pengurus inti Yayasan, sementara KH Noer Alie diwakili putranya KH Amien Noer dan KH Nurul Anwar juga menjadi tulang punggung Islamic Centre. (*)
Menjelang peringatan Hari Pahlawan Nasional tanggal 10 Nopember, Profesor KH H Didin Hafidhuddin mengajak umat Islam untuk menumbuhkan kebersamaan, menghidupkan jiwa kepahlawanan, semangat berkorban dan sebagainya. Bakal calon presiden yang pernah diusung Partai Keadilan ini mengaku aneh melihat prilaku pemimpin negeri ini. “Negerinya makin kacau, rakyatnya makin sulit, ko pemimpin masih asik asik saja membangun pencitraan. Sudahlah hentikan berbagai bentuk pencitraan itu, rakyat menanti karya nyata Anda yang cepat dan akurat untuk membenahi morat maritnya negeri ini,” katanya. Berikut perbincangan Pimpinan Redaksi Tibyan, Amin Idris, dengan Prof Didin Hafidhuddin ;
Tibyan; Setiap tanggal 10 Nopember diperingati sebagai hari untuk mengenang jasa jasa pahlawan kita. KomentarAnda ?
Prof Didin Hafidhuddin; Iya, bangsa Indonesia telah menetapkan tanggal 10 Nopember sebagai momentum untuk mengenang para pahlawan kita. Ini bagus. Ini bisa menjadi pelajaran untuk bangsa kita, bahwa para pahlawan inilah orang orang yang telah berkorban untuk bangsanya. Ini adalah tradisi yang baik saya kira.
Apa yang terpenting untuk kita jadikan pelajaran dari peristiwa peringatan hari pahlawan kali ini?
Setidaknya kita mengenalkan kepada generasi bangsa ini bahwa segala capaian yang diraih hari ini oleh bangsa Indonesia adalah buah dari kerja keras, perjuangan bahkan pengorbanan jiwa, harta dan nyawa mereka yang kini disebut pahlawan. Saya kira ini pentingnya kita memperingati hari pahlawan itu.
Memperingati hari pahlawan hanya mengenang masa lalu, membanggakan keberhasilan para tokoh yang tiada, sementara apa yang dilakukan saat ini sama sekali tidak mencerminkan nilai nilai kepahlawanan?
Ini bagian dari semangat itu. Semangat kepahlawanan itu memang harus dibumikan, dan terus menerus digelorakan dalam kehidupan sehari hari. Pahlawan itu kan pengorbanan. Pahlawan itu kan rela memberi yang terbaik untuk kepentingan yang lebih besar. Pahlawan itu kan berbuat kebaikan dan menegakkan kebenaran tanpa takut risiko. Dia bisa melakukannya meski risikonya hartanya habis, jiwa terancam, bahkan nyawa melayang. Nilai nilai ini memang semakin langka saat ini.Mereka yang kita kenal saat in isebagai pahlawan adalah orang yang telah terbukti merelakan semuanya, termasuk nyawanya, untuk rakyatnya.
Membumikan semangat kepahlawanan yang prof. maksud?
Saat ini kan bangsa kita sedang menghadapi banyak persoalan. Sudahlah, yang jadipejabat, jadi pemimpin, tampillah sebagai pemimpin yang berjiwa pahlawan. Para pahlawanitukanmenjadipahlawankarenasemasahidupmerekaberbuatjujur, berbuatbanyakuntukbangsa. Makanyamerekadinobatkansebagaipahlawan. Karenaitu, para pemimpinsaatinihendaknyamelakukanhalsamakalauingindikenangsebagaipahlawanbangsa. Peluangituada.
Apa yang prof lihat tentang para pemimpin bangsa kita saat ini?
Sudahlah hentikan semua pencitraan. Saya hanya heran saja, dalam keadaan negeri ini semakin sulit, pemimpinnya masih saja sibuk membangun pencitraan. Sudah hentikanlah. Lakukan yang dibutuhkan rakyat.
Semangat kepahlawanan rasanya sudah jauh dari kehidupan bangsa kita. Hampir di semua lapisan social tampaknya sudah semakin pragmatis berfikirnya, dan matrialistik cara hidupnya. Semangat berkorban dan nilai nilai kebersamaan makin terasa langka?
Ini menjadi tugas kita semua. Kalau perlu momentum hari pahlawan selalu dijadikan semacam gerakan untuk membangun kembali semangat kepahlawanan itu. Ini yang harus dijadikan fokus memperingati haripahlawan. Serimonial boleh saja tapi fokusnya semacam dibikin gerakan semangat kepahlawanan. Di sekolah, di rumah, di masjid, di kantor kantor …
Kalau Islam bagaimana memandang kepahlawanan itu Prof?
Islam itu justeru yang paling banyak mengajarkan nilai nilai kepahlawanan. Kebersamaan, semangat memberi, saling membantu dan sebagainya. Nabi Ibrahim adalah symbol kepahlawananitu. Lihatlah, bagaimana dia berkorban. Lihat juga Nabi Muhammad dan para sahabat, adalah pemimpin yang hidup bersahaja tapi berhambur untuk mensejahterakan rakyat yang dipimpinnya. Bagaimana Abu Bakar menyerahkan semua hartanya untuk umat. Bagaimana Abdurrahman bin Auf dan seterusnya. Mereka juga tidak segan segan turun ke masyarakat, mendengar langsung keluhan mereka dan memberinya solusi.
Tapi pemimpin saat ini hampir tiap hari ada yang tertangkap tangan oleh KPK?
Saya kira itu karena keringnya semangat kepahlawanan. Maka saya piker perlu juga sentiment keislaman ini dipakai untuk menyetop korupsi. Misalnya, anda pemimpin, anda muslim. Kalau masih mengaku muslim, ayo hentikan korupsi. Ini menjadi tugas bersama, dalam seluruh lapisan masyarakat bisa dihidupkan semangat itu, muslim menolak korupsi. Muslim membela kepantingan umat dan rakyat. Ulama dan kaum cenrdik pandainya bisa terus saling mengingatkan, saling menjaga dalam lingkar komunitas muslim itu. (*)
TIBYAN -- Dalam kesempatan peringatan HUT Islamic Centre yang ke 24, Pimred Tibyan Amin Idris, sempat bincang bincang dengan KH Amin Noer, ketua Dewan Pembina Yayasan Nurul Islam KH Noer Alie Islamic Centre Bekasi di ruang Dewan Pembina. Berikut sebagian petikan perbicangannya;
Tibyan : Apa yang terpenting bagi Islamic Centre pada usianya yang ke 24 ini?
KH Amin Noer : Islamic Centre sebagai lembaga dakwah makin dihimpit oleh pertumbuhan budaya masyarakatnya. Ketika awalnya para pendiri membangun Islamic Centre, saat itu masyarakat disekitarnya masih sangat berbeda dengan masyarakat jaman ini. Karena itu, perjuangan dakwah terletak pada bagaimana upaya menyesuaikan strategi sesuai dengan tantangan yang dihadapinya. Berbeda tantangan berbeda pula strategi yang dipakai untuk mengantisipasi tantangan itu. Jadi pada usia 24 tahun ini diperlukan kemampuan untuk membaca tantangan tantangan itu.
Tibyan : Masalahnya, pertumbuhan dan tantangan social itu selalu lebih cepat dan lebih dinamis?
KH Amin Noer : Kunci utamanya ada di pengurusnya, tentunya. Pengurusnya dulu harus kompak. Baru kemudian akan bisa melahirkan gagasan gagasan brilian untuk menjawab tantangan itu.
Tibyan: Apakah pak kiyai melihat pada usia 24 tahun ini Islamic telah memberi sinyal sinyal kuat sebagai pusat peradaban yang diimpikan pada pendirinya dulu?
Kiyai Amin Noer: Saat Islamic berdiri, bekasi masih belum apa apa. Tapi saat itu, Kiyai Noer Alie telah melihat gambaran masa depan yang seperti apa akan terjadi di Bekasi. Heterogenitas, pertumbuhan ekonomi, pergeseran nilai dan sebagainya. Karenanya kiyai melontarkan untuk mendirikan Islamic Centre. Dan Bupati Suko Martono pun cepat tanggap. Bersama Pak Rusmin, gagasan Islamic Centre pun segera diwujudkan. Trio inilah yang meletakkan dasar dasar pemikiran tentang Islamic Centre. Setelah 24 tahun problematikanya pun pasti berbeda, tapi essensinya tetap sama, yakni bagaimana memberi pendampingan pada umat untuk hidup lebih baik dan lebih beradab.
Tibyan: Di dalam lingkungan Islamic orang bisa saja khusuk berzikir, bertasbih, beribadah dan melakukan hal hal positif sesuai moralitas Islam. Tapi selangkah saja diluar pagar Islamic kemaksiatan ada dimana mana?
Kiyai Amin Noer : Inilah tantangan dakwah. Hendaknya, Islamic itu tidak sekadar memberi kekhusuan di dalam lingkungannya sendiri. Tapi bagaimana juga menjangkau wilayah di sekitarnya. Jadi tidak sekadar memperkuat basis dalam rumahnya, tapi bisa juga member sinar kedamaian pada lembaga-lemaba, institusi institusi di sekitarnya. Ini memang “pr” yang harus terus diperjuangkan.
Tibyan: Tapi pak Kiyai, heterogenitas umat pun tampaknya menjadi pertimbangan untuk pergerakan Islamic dalam berdakwah.
Kiyai Amin Noer : Memang. Islamic juga hendaknya memperkuat terus komitmennya sebagai lembaga pemersatu. Kita sadar, dilingkungan kita telah berkembang aneka warna warni pemikiran keberagamaan. Ada yang begini, ada yang begitu. Kesannya berbeda. Tapi sebetulnya tidak. Karena itu, seharusnya di sisi ini Islamic memberi ruang yang lebih luas lagi, agar semua perbedaan itu bisa cair di sini. Sesuai misinya, Islamic bisa tampil menjadi pemersatu di tengah perbedaan itu.
Tibyan : Apa yang dapat pak Kiyai sampaikan untuk Islamic Centre menyongsong tantangan dakwah yang makin kompleks?
Kiyai Amin Noer : Begini ya. Islamic ini kan sebuah lembaga. Ada organisasi di dalamnya. Ada orang orang yang mengelolanya. Ada aturan dan ketentuan ketentuannya yang ditetapkan sebagai pedoman kerja. Bahkan ada program kerja yang ditetapkan, jangka pendek dan jangka panjang. Selagi hal hal ini diikuti dan dipatuhi, seberat apapun pekerjaan akan menjadi ringan. Apalagi tugas dakwah yang dijalani dengan ikhlas, pasti Allah akan membantu menyempurnakannya. Jadi kuncinya adalah perkuat organisasi dan ikuti ketentuan yang telah ditetapkan.
Tibyan : Saya ingat, Al Magfurlah (KH Noer Alie-red) pernah membriefing kami tentang berorganisasi dakwah. Pertama kekompakan, kedua hidup hidupilah organisiasi tapi jangan cari hidup dari organisasi. Menurut Pak Kiyai masih relevan kah?
Kiyai Amin Noer. Iya, kompak itu utama. Tentunya dalam bingkai organisasi. Ada struktur. Fungsikan setiap struktur organisasi dengan sebaik banyknya. Dengan cara ini pasti lahir kekompakan yang bisa dipertanggungjawabkan. Juga tidak mengeksploitasi organisasi untuk memperkaya diri secara tidak benar. Ini artinya tidak boleh korupsi dan sejenisnya. Pesan pesan moral itu sesungguhnya masih berlalu, tergantung bagaimana kita menafsirkannya secara luas dan terbuka. (Abu Bagus)
TIBYAN.Id – Kekerasan terhadap anak makin menghawatirkan. Dari sisi kuantitas jumlahnya terus bertambah, dari sisi kualitas juga kadar kejahatannya makin tinggi dan usia pelakunya makin muda. Semestinya ada langkah langkah strategis untuk melindungi anak anak Indonesia dari kejahatan yang makin membahayakan masa depan bangsa ini.
Siti Nur Hidayah, psikolog Universitas Islam 45 menyebut tindak kekerasan terhadap anak sudah lampu merah. Juga kejahatan anak semakin banyak jumlahnya dan semakin tinggi kualitas kejahatannya. Dalam perbincangan dengan Tibyan.Id, konsultan psikologi pada Islamic Preschool Center ini memetakan dahsyatnya kriminalitas anak itu.
Tibyan.id; Memang seberapa gawatnya kekerasan seksual pada anak saat ini, khususnya di Bekasi?
Siti Nur Hidayah; Wah bisa dibilang sudah lampu merah. Bayangkan saat ini, di Kota Bekasi sudah 32 kasus kekerasan pelecehan seksual pada anak yang dilaporkan ke Polisi. Padahal tahun 2017 baru setengahnya. Kalau yang melapor sebanyak itu, yang tidak melapor ke polisi jauh lebih banyak lagi tentunya.
Tibyan.id; Karena mereka merasa itu sebagai aib. Atau bisa juga cukup melapor ke Komisi Perlindungan Anak, ke psikolog atau ke LSM. Dari banyak kasus yang ibu temukan apa yang paling dirasakan sangat mengerikan?
Siti Nur Hidayah: Ada persepsi yang masih keliru di tengah masyarakat. Seorang anak yang diperkosa tidak mau melapor ke polisi karena merasa memalukan keluarga, aibnya terbuka dan jadi konsumsi public. Ini jelas keliru. Sehingga banyak kejadian begini tidak terungkap dan tidak bisa diberikan pembelaan pada si korban.
Tibyan,id: Ibu punya pengalaman yang paling berkesan, yang paling traumatic tentunya?
Siti Nur Hidayah; Banyak Sekali. Sejak bertahun tahun saya memang mendalami hal ini. Dari sekian banyak kasus, saya masih merasa amat terpukul pada kasus yang terjadi di Kayuringin tahun 2015 silam. Seorang anak usia 12 tahun diperkosa paman ibunya. Dalam ancaman peristiwa bejad itu terjadi beberapa kali. Duka ini tidak sampai disitu. Keluarga semua kemudian memusuhi ibunya yang dipersalahkan tidak bisa mengurus anak. Sampai akhirnya terusir dari rumahnya. Maka dalam penderitaannya, anak itu pun kehilangan kasih sayang ibunya. Kasus kasus pemerkosaan seperti ini banyak terjadi di mana mana. Di dalam rumahnya atau juga di luar rumah. Lingkungan kita semakin tidak aman memang.
Tibyan.id; Pemerkosaan di dalam rumah yang ibu maksud?
Siti Nur Hidayah: Ya itu tadi, ada orang tua memerkosa anaknya sendiri. Ada guru lesnya yang diundang ke rumah atau tukang yang bekerja di rumahnya. Bisa siapa saja. Sedangkan yang di luar rumah jelas sekali mereka menculiknya.
Tibyan.id; Kasus lain, misalnya anak usia SD sudah mulai pacaran?
Siti Nur Hidayah; Bukan hanya usia SD lagi. Ada anak TK sudah berhubungan intim dengan anak SD kelas satu. Kalau hanya pacaran dan ciuman, itu banyak lagi. Kita sudah dihadapkan pada realitas yang kita sendiri sulit menerimanya dengan akal sehat. Kekerasan lain, misalnya ada anak SMP kelas 1 membunuh kawannya. Banyak tindakan criminal berat pelakunya anak dibawah umur. Sekarang ini kekerasan yang dilakukan anak termuda pada anak usia 12 tahun.
Tibyan.id; Sedemikian mengerikannya. Apa masalah utamanya ?
Siti Nur Hidayah; Banyak factor tentunya. Yang utama adalah pola pengasuhan. Saat ini pola pengasuhan kita semakin jauh meninggalkan dunia anak anak. Orang tua sama sama sibuk dan meninggalkan anaknya sepi dari perhatian orang tua. Pulang sekolah tidak didapati orang tuanya di rumah. Keduanya sama sama ada di tempat kerja. Akibatnya anak mencari kesibukannya sendiri. Ini yang paling utama. Membiarkan anak tanpa pengasuhan orang tua.
Tibyan.id; Begitu komplek persoalannya. Ini menyangkut kehidupan keluarga dan tingkat pendidikan orang tua?
Siti Nur Hidayah; Kita coba sederhanakan masalahnya. Pola pengasuhan ini bisa dibangun kembali melalui kesadaran orang tuanya, khususnya ibunya. Bagaimana ibu ibu menyadari pentingnya pendampingan anak di luar sekolah. Sehingga, seorang anak tidak kehilangan pengasuhan saat kembali dari sekolah.
Tibyan.id; Berarti seorang ibu tidak boleh bekerja di luar rumah?
Siti Nur Hidayah; Banyak solusi yang bisa disodorkan. Kesibukan di luar untuk mencari nafkah, mana lebih penting dengan mengasuh anak agar tidak terjerembab dalam kenistaan? Kehancuran masa depan anak bisa jadi risikonya lebih besar daripada sekadar memperoleh beberapa rupiah dari pekerjaan seorang ibu. Ini hanya sebuah contoh. Tapi solusinya, saya yakin akan bisa ditemukan ketika soerang ibu menyadari pentingnya memberi pendampingan untuk anak anaknya.
Tibyan.id; Anda bicara pola pengasuhan anak? Ini kan sebetulnya complicated. Saat ini pasangan suami isteri suka atau tidak harus sama sama bekerja. Karena tuntutan kehidupan makin lama makin sulit dikejar oleh penghasilan. Bagaimana mungkin kemudian mereka diminta di rumah hanya mengasuh anak?
Siti Nur Hidayah; Memang tentunya penyelesaiannya tidak sepihak. Selain pendampingan untuk membangun kesadaran seorang ibu, pasti hal ini membutuhkan keterlibatan pemerintah. Bagaimana seorang walikota atau gubernur atau bahkan presiden melihat persoalan masa depan anak Indonesia ini sudah membutuhkan kebijakan yang lebih strategis lagi. Misalnya, apa yang disebut pendidikan wajib itu bukan dari SD tapi dari PAUD dan TK atau RA.
Tibyan.id; Ada yang perlu dierbaiki dari kebijakan ini?
Siti Nur Hidayah; Banyak. Pendidikan dini, yakni PAUD dan TK itu adalah bagian yang sangat mendasar. Ini disebut Golden Age. Apa yang mereka lihat, mereka dengar dan mereka rasakan akan dengan mudah mereka serap dan mereka tiru. Bagaimana kalau anak itu tinggal di daerah yang lingkungannya sering bicara jorok, sering memaki, mengumpat dsb, atau di daerah yang banyak anak anak terbiasa merokok, atau yang orang tuanya merokok di depan anak anaknya, atau misalnya setiap hari menyaksikan banyak orang ciuman dan pacaran di tv, bahkan anak menyaksikan gambar gambar porno dari internet yang sudah begitu mudah diakses anak.Ini kan pelajaran buruk yang sangat digemari anak. Ini semua membutuhkan regulasi yang menjadi benteng agar anak bisa selamat dari lingkungan serem seperti ini.
Tibyan.id; Bagaimana peran pengasuhan agama kepada anak, apa itu masih bisa jadi andalan?
Siti Nur Hidayah; Peran orang tua penting untuk menghindari kekerasan seksual. Dalam mengasuh anak sudah diberikan teladan rasul. Orang tua mengajarkan nilai-nilai Islam itu bersifat harus, seperti menutup aurat, selain itu sosialisasi kepada anak diberi pengertian tentang kedewasaan. Mengasuh anak yang baik dengan cara spiritual, keluarga memiliki semacam peraturan atau rutinitas yang harus dilakukan seperti solat berjamaah, mengajak ke masjid, juga mengaji, kebiasaan itu yang kini hilang. Ini sangat besar pengaruhnya.
Tibyan.id; Terhadap pelaku kekerasan atau perbuatan seksual anak dibawah umur, bagaimana ibu melihatnya?
Terkait pelaku yang masih di bawah umur memang perlu ada perlakuan khusus tentang hal itu. Itu kan sudah ada undang-undangnya, jangan perlakukan pelaku yang masih di bawah umur sama seperti pelaku kejahatan lainnya, harus ditangani dengan perlakuan berbeda. Tapi yang kurang dalam pola pengasuhan saat ini adalah kasih sayang dan pengetahuan tentang bagaimana mendampingi anak anak.
Tibyan.id; Sebagai seorang yang selalu bergelut dengan kasus kasus kekerasan terhadap anak dan pelecehan seksual, apa itu mempengaruhi hubungan ibu dengan anak anak ibu karena ibu juga kan memiliki anak anak, atau dengan suami?
Siti Nur Hidayah; Trauma itu pasti ada. Seorang professional juga manusia biasa. Apa yang saya temukan dalam dunia professi saya, terbawa menjadi protektif terhadap anak saya. Kadang juga terbawa menjadi sangat emosional dan menuntut pada suami. Namun, tidak selalu. Sesekali itu muncul dan segera saya menyadarinya.
Saya punya pengalaman. Suatu hari saya menangani kasus pemerkosaan. Sangat memilukan. Saat di rumah saya sudah saya tertidur sementara dua anak perempuan saya masih di masjid. Ketika yang satu pulang, saya langsung terbangun dan panic karena hanya kakanya yang pulang. Saya panic. Padahal adiknya justeru mampir beli jajanan.
Pernah juga saya marah sama suami karena anak saya telah pulang sekolah. Padahal semua itu hal biasa. Baru kemudian kami menyadari bahwa berbagai kasus di luar yang saya tangani seringkali mempengaruhi mentalitas saya. Ketika anak anak saya menyadari itu dan suami saya pun memahaminya, so far tidak masalah lagi. Bahkan kami sering mendiskusikannya bersama untuk hal hal yang bisa dijadikan I’tibar. (Abu Bagus)